-->

Wednesday, November 13, 2019

KONSEP AQIDAH DALAM ISLAM


KONSEP AQIDAH  DALAM ISLAM :
1. PENGERTIAN AQIDAH DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASAN AQIDAH.
2. SUMBER DAN FUNGSI AQIDAH.
3. PRINSIP-PRINSIP AQIDAH ISLAM



I. PENGERTIAN AQIDAH DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASAN 


1.A. PENGERTIAN AQIDAH ISLAM


‘Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.

Sedangkan menurut Istilah (terminologi), ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti tanpa ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Jadi ‘Aqidah islamiyyah adalah keimanan yang bersifat teguh dan pasti kepada Allah SWT, dengan segala kewajiban, bertauhid, dan ta’at kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari akhir, takdir baik dan buruk, dan mengimani seluruh apa-apa yang telah sahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensu) dari Shalafush shalih, serta seluruh brita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiyah maupun secara amaliyah yang telah di tetapkan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.


1.B. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN AQIDAH ISLAM


Dalam pembinaan akhlak mulia merupakan ajaran dasar dalam Islam dan pernah diamalkan seseorang, nilai-nilai yang harus dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia kecil. Ibadah dalam Islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan aqidah dan akhlak. Ibadah dalam Al-Qur’an dikaitkan dengan taqwa, dan taqwa berarti pelaksanaan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Larangan Allah berhubungan perbuatan tidak baik, orang bertaqwa adalah orang yang menggunakan akalnya dan pembinaan akhlak adalah ajaran paling dasar dalamIslam.

Hasan al-Banna mengatakan bahwa ruang lingkup aqidah islam meliputi ilahiyah, nubuwwah, ruhuniyah, dan sam’iyah.

1. Ilahiyah
Ilahiyah yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah, seperti wujud, nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan Allah swt.

a. Wujud Allah SWT

Bagaimana kita mengetahui wujud Allah? Jawabannya, ketika kita melihat matahari, bulan, bintang dan planet bergerak teratur, malam dan siang berganti dengan keteraturan yang amat detil. Mungkinkah mereka bergerak sendiri? Tidak diragukan lagi bahwa semuanya telah diciptakan dan diatur oleh Allah swt. Jika Allah tidak ada, kita memohon ampunan kepada-Nya mustahil matahari, bulan, bintang-bintang, planet, siang, dan malam menjadi ada dan bertahan dengan pergerakannya yang amat teratur. Dengan demikian pula tidak akan ada makhluk yang sangat tergantung dengan mereka semua.

Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ dan indera.

1) Dalil Fitrah

Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Kristen, atau Majusi. ” (HR. Al Bukhari)

Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan ada semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana, kita melihat ada orang yang berdo’a, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkan do’anya.

Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an:

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘ (Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’” (QS. Al A’raf: 172-173).

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita menyakini bahwa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana.



2) Dalil Al Hissyi (Dalil Indrawi)


Bukti indera tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua:

a) Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah.

b) Tanda-tanda para Nabi yang disebut mu’jizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang keberadaan Yang Mengutus para Nabi tersebut, yaitu Allah, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para Rasul.

3) Dalil ‘Aqli (dalil akal pikiran)

Bukti akal tentang adanya Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.

Agama mengajari kita identitas Pencipta kita yang keberadaannya kita temukan melalui akal kita. Melalui agama yang diungkapkan kepada kita, kita tahu bahwa Dia itu Allah, Maha Pengasih dan Maha Pemurah, Yang menciptakan langit dan bumi dari kehampaan.

4) Dalil Naqli (Dalil Syara’)

Bukti syara’ tentang wujud Allah bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluknya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa yang diberitakan itu.

Demikian juga adanya para Rasul dan agama yang bersesuaian dengan kemaslahatan umat manusia menunjukkan adanya Allah, karena tidak mungkin ada agama dan Rasul kecuali ada yang mengutusnya.Akan tetapi agama-agama yang ada selain Islam telah mengalami penyimpangan dan perubahan sehingga mereka menyimpang dari jalan yang lurus.

Setelah kita mengenal dan mengimani keberadaan Allah sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka perlu kita kenali Allah sebagai Rabb yang telah menciptakan, memiliki dan mengatur semua makhluknya, Dialah satu-satunya pencipta yang mengadakan sesuatu dari ketiadaan.

Dari semua dalil-dalil yang dapat dilihat di atas itu adalah berfungsi menguatkan pandangan kita betapa keagungan Allah swt begitu luar biasa dan menundukkan kita sendiri di hadapan keagungan ini. Langsung mencetuskan Tauhidullah yang luar biasa.

B. Mengenal sifat-sifat Allah swt (مَعْرِفَةُ صِفَاتِ اللهِ)

Bagaimana kita mengenal sifat Allah? Kita dapat mengenal sifat Allah swt melalui:

التَّفْكِيْرُ فِي مَخْلُوقَاتِ اللهِ Tafakkur (memikirkan) ciptaan Allah.

التَّعَلُّمُ مِنْ رُسُلِهِ Belajar dari ajaran yang dibawa para rasul.

2. Nubuwwah

Nubuwwah yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah, mukjizat, dan keramat.

a. Nabi dan Rasul Allah

Nabi adalah manusia yang diberikan wahyu kepadanya dengan membawa syariat untuk diamalkan dan tidak diperintahkan untuk menyampaikannya. Sedangkan rasul adalah manusia yang diberikan wahyu kepadanya untuk diamalkan dan diperintahkan untuk menyampaikannya. Setiap rasul adalah nabi akan tetapi tidak setiap nabi adalah rasul.

b. Kitab-kitab Allah

Kitab-Kitab Samawi Yang Disebutkan Di dalam Al Quran: Shuhuf Ibrahim, Shuhuf Musa, Taurat, Zabur, Injil, dan Al Quran.

Nama-Nama Lain Al Quran: Al Furqan, At Tanzil, Adz Dzikru, Al Kitab, dan Al Quran.

Sifat – sifat Al-Qur’an: Nuur, Mubin, Huda, Syiifa, Rahmah, Mau’idzah, Basyir, Nazir, dan Mubarak.

c. Kedudukan Al Quran

1) Al Quran adalah manhaj tarbiyah islamiyah

2) Al Quran sebagai kitab syari’ah

3) Al Quran sebagai petunjuk jalan dalam kehidupan ini

4) Al Quran sebagai penyeru kepada penghayatan (taddabur) ayat-ayat Allah swt di dalam Al Quran atau alam ini

5) Al Quran sebagai mashdar ma’rifah (referensi) sejarah yang mulia

d. Mukjizat dan Keramat

Mukjizat membawa maksud suatu keadaan yang luar biasa berlaku atas kehendak dan kekuasaan Allah sebagai membuktikan kerasulan rasul-rasul yang telah dilantik.

Sedangkan keramat atau karamah juga adalah tergolong dalam hal-hal yang luar biasa yang terdapat pada diri seorang Wali Allah. Akan tetepi cara ianya tidak disertai dengan dakwah kenabian.

e. Jenis-Jenis Mukjizat

Mukjizat boleh dibagikan kepada dua jenis, yaitu:

a. Mukjizat Hissy

Mukjizat hissy ialah mukjizat yang dapat dicapai dan dirasai oleh pancaindera. Mukjizat jenis ini lebih mempengaruhi jiwa umum dan ianya mudah dimengerti oleh semua golongan manusia. Kebanyakan mukjizat yang Allah beri kepada para nabi dan rasul dari kalangan bani Israel ialah berupa mukjizat hissy.

Ini kerana umat manusia pada masa itu kecerdasan mereka terlalu rendah. Sebagai contohnya, mukjizat nabi Musa a.s adalah terletak pada tongkatnya yang boleh bertukar menjadi ular. Manakala Nabi Isa a.s pula boleh menyembuhkan penyakit sopak, menghidupkan orang yang sudah mati dan sebagainya.

b. Mukjizat Aqli

Mukjizat Aqli ialah mukjizat yang hanya dapat difahami oleh manusia dengan akal serta mata hati sahaja. Mukjizat jenis ini hanya dikurniakan kepada Nabi Muhammad sahaja iaitu Al Quran. Di samping itu Nabi Muhammad saw juga mempunyai mukjizat hissy, ini kerana umat yang dihadapi oleh Nabi Muhammad saw adalah bersifat yang kian hari kian maju fikirannya. Dengan lain perkataan mukjizat Al Quran itu boleh difahami dengan menggunakan akal fikiran yang murni dan mata hati memandangkan kandungannya adalah sesuai dengan ilmu pengetahun dan akal manusia serta terang terbukit kebenarannya.

3. Ruhaniyah

Ruhaniyah yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, dan roh.

4. Sam’iyah

Sam’iyah yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sama’i. Maksudnya, melalui dalil naqli berupa Al-Qur’an dan As-sunah, seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga, neraka, dan lainnya.


II. SUMBER DAN FUNGSI AQIDAH 


I.A. Sumber Aqidah Islam

Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan oleh Rosulullah dalam sunahnya wajib diimani, yakni diyakini dan diamalkan. Akal pikiran bukanlah menjadi sumber aqidah Isalam, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut. Itupun harus disadari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemampuan semua makhluk Allah SWT.

1). Al-Qur’an, merupakan firman Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara mutawatir, atau bertahap dalam rentang waktu kurang lebih 23 tahun meliputi periode Mekkah dan Madinah. Al-Qur’an ini sebagai petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk. Al-Qur’an berlaku umum bagi seluruh ummat manusia dan berlaku sepanjang masa, tanpa bisa digeser oleh perkembangan zaman. Selain berisi tentang aqidah, Al-Qur’an juga mencakup seluruh aspek kehidupan, seperti aspek ekonomi, politik, hukum dan budaya, seni, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Serta mencakup seluruh ruang lingkup kehidupan, seperti kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat, bernegara dan dunia internasional.

Al Iman Asy Syatibi mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan syariat ini kepada Rosul-Nya yang di dalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan diatas pundaknya, termasuk di dalamnya perkara aqidah. Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai sumber hukum aqidah karena Dia tahu kebutuhan manusia sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah kepadanya. Bahkan jika dicermati, akan banyak ditemui banyak ayat dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang aqidah, baik secara tersurat maupun tersirat.oleh karena itu, manjadi hal yang wajib kita mengetahui dan memahami aqidah yang bersumber dari Al-qur’an karena kitab mulia ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang haq dan tidak pernah sirna ditelan masa.

2). Sunnah, merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Entah itu perbuatan maupun ucapannya. Sama halnya seperti Al-Qur’an, sunnah ini merupakan wahyu yang datang dari Allah, namun bukan dalam bentuk lafadz dari Nya. Sunnah ini dilakukan oleh Rosulullah yang didasarkan pada perintah Allah. Seperti dalam firman-Nya dalam QS. An-Najm:3-4, yang artinya, “dan dia (Muhammad) tidak berkata berdasakan hawa nafsu, ia tidak lain merupakan wahyu yang diwahyukan. “Allah menjadikan sunnah sebagai sumber hukum dalam agama. Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya, “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu , maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa :59).

Firman Allah diatas menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim untuk mengambil sumber-sumber hukum aqidah dari As-sunnah dengan pemahaman ulama. Ibnu Qayyim juga pernah berkata “ Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati Rosul-Nya dengan mengulangi kata kerja (Taatilah) yang menandakan bahwa mentaati Rosul wajib secara independen tanpa harus mencocokkan terlebih dahulu dengan Al-Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.

3). Ijma’ para ulama, Sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid Umat Muhammad SAW setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah orang-orang yang sekedar tahu tentang ilmu tetap juga memahami dan mengamalkan ilmu. Berkaitan dengan ijma’, Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa: 115

“dan barang siapa menetang Rosul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan dia dalam kesehatan yang telah dilakukannya itu dan akan masukkan ia kedalam neraka jahannam dan itu seburuk-buruk tempat kembali”.

Imam Syafi’i menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan disunnatkannya Ijma’, yaitu diambil dari kalimat “jalannya orang-orang beriman” yang berarti Ijma’. Belaiu juga menambahkan bahwa dalil ini adalah Syar’i yang wajib untuk diikuti karena Allah menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan menyelisihi Rosul.

Di dalam pengambilan Ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidakboleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah aqidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al-Qua’an dan As- Sunnah yang shahih karena perkara aqidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi Ijma’ adalah menguatkan Al-Qur’an dan As-sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzani sehingga menjadi qotha’i.

4). Akal sehat manusia, Selain ketiga sumber diatas, akal juga menjadi sumber hukumaqidah dalam islam. Hal ini merupakan bukti bahwa islam sangat memuliakan akal sehat serta memberikan haknya sesuai dengan kedudukannya, dengan cara memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak kedalam pemahaman-pemahaman yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan dalam memahami suatu ilmu atau peristiwa.

Agama islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan tidak pula membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia, seperti yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “akal merupakan syarat untuk memahami ilmu dan kesempurnaan beramal dengan keduanyalah ilmu dan amal menjadi sempurna, hanya saja ia tidak dapat berdiri sendiri, di dalam jiwa ia berfungsi sebagai sumber kekuatan, sama seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika mendapatkannya cahaya imam dan Al-Qur’an seperti mendapat cahaya matahari dan api. Tetapi jika berdiri sendiri, ia tidak akan mampu melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali dihilangkan ia akan menjadi sesuatu yang berunsur kebintangan”.

Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna tentang perkara-perkara nyata yang memungkinkan panca indra untuk menangkapnya. Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat disentuh oleh panca indra maka tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak/gaib, seperti Aqidah tidak dapat diketahui oleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk wahyu baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Al-Qur’an dan As-sunnah menjelaskan bagaimana cara memahami dan melakukan masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa menerima surga dan neraka karena tidak bisa diketahui indera. Akan tetapi melaui penjelasan yang berasal dari Al-Qur’an dan As-sunnah makan akan dapat diketahui bahwasanya setiap manusia harus mayakininya. Mengenai hal ini ibnu taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an, As-sunnah dan Ijma’ yang menyelisih akal sehat karena sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat adalah batil. Sedangkan tidak ada kebatilan dalam Al-Qur’an, sunnah, dan Ijma’. Tetapi padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak memahaminya atau mereka memahaminya dengan makna yang batil.

5). Fitrah kehidupan,

Dalam sebuah hadits Rosulullah SAW bersabda:

“Setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanya lah yang membuat ia menjadi yahudi, nasrani atau majusi” (HR Muslim).

Dari hadist dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki kecenderungan untuk menghamba Allah. Akan tetapi bukan berarti bahwa bayi yang lahir telah mengetahui rincian agama islam. Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa-apa. Tetapi setiap memiliki fitrah yang sejalan dengan islam sebelum dinodai oleh penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua penciptaan yang memiliki sifat dan kemampuan yang sama. Bahkan ketika ditimpa musibah pun banyak manusia yang menyeru kepada Allah seperti dijelaskan dalam firmannya: Qs Al-Israa:67

“dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang biasa kamu seru, kecuali Dia. Tapi ketika Dia menyelamatkan kamu kedaratan, kamu berpaling dari-Nya. Dan manusia memang selau ingkar (tidak bersyukur).


II.B. Fungsi Aqidah

Aqidah bisa kita ibaratkan sebagai fondasi atau dasar untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh pula fondasi yang dibuat. Kalau fondasinya lemah, maka bangunan tersebut akan cepat ambruk. Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermuamalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah kalau tidak dilandasi dengan aqidah. Seseorang tidaklah dinamai berakhlak mulia bila tidak memiliki aqidah yang benar. Itulah mengapa Rosulullah SAW selama 13 tahun periode Mekkah memusatkan dakwahnya untuk membangun aqidah yang benar dan kokoh. Sehingga bangunan islam dengan mudah bisa berdiri di periode Madinah dan bangunan itu akan bertahan terus sampai hari akhir kiamat itu tiba atau terjadi.


III. PRINSIP – PRINSIP AQIDAH ISLAM 

1. Berserah diri kepada Allah dengan bertauhid
Orang yang berserah diri kepada Allah disebut dengan muwahid (ahli tauhid). Tauhid merupakan perbuatan mengesakan Allah yang aplikasinya adalah dengan beribadah semata-mata karena Allah, dan berserah diri kepada Allah. Orang yang menduakan Allah dalam ibadahnya, maka disebut sebagai musyrik.

2. Taat Kepada Allah
Taat kepada Allah, disini berarti menjalankan semua perintah Allah. Seorang muslim yang sejati, ketika ia mendengar perintah Allah, maka ia akan terus melaksanaan apa yang diperintahkan oleh Allah.

3. Berlepas diri dari Syirik
Tidak cukup ia hanya beribadah kepada Allah saja, ia juga harus berlepas diri dari syirik dan perilaku syirik. Prinsip seorang muslim adalah ia meyakini batilnya kesyirikan dan ia pun mengkafirkan orang-orang musyrik. Seorang muslim harus membenci dan memusuhi mereka karena Allah. Prinsip seorang muslim yaitu mencintai apa dan siapa yang Allah cintai dan membenci apa dan siapa yang Allah benci.

4. Pengakuan bahwa para nabi telah diangkat dengan sebenarnya oleh Allah SWT. Untuk menuntun ummatnya.

5. Kepercayaan akan adanya hari kebangkitan. Keyakinan seperti ini memberikan kesadaran bahwa kehidupan dunia bukanlah akhir dari segalanya.




NB : JIKA TULISAN INI MEMBANTU MOHON ISI KOLOM KOMENTAR DIBAWAH, BERI KRITIK DAN SARAN AGAR DAPAT BERKEMBANG SELALU SESUAI KONDISI YANG ADA.


-TERIMA KASIH-
-SEMOGA BERMANFAAT-

Jika mengambil dan share materi dari Blogger Kami, Mohon selipkan credit/Referensi/Daftar Pustaka/Sejenisnya. Salam Pengetahuan

0 comments:

Post a Comment

Contact Us

Address :

Kecamatan Rogojampi
Kabupaten Banyuwangi
Provinsi Jawa Timur

Email :

teamcopyaja@gmail.com